Beranda | Artikel
Menjama Shalat Di Ladang
Kamis, 18 Maret 2004

MENJAMA SHALAT DI LADANG

Pertanyaan.
Apakah saya boleh menjamak shalat ketika berada di kebun yang letaknya di gunung, dan jaraknya sekitar sepuluh kilometer? Syukran.

Jawaban.
Pada asalnya, shalat harus dilakukan pada waktunya masing-masing, sebagaimana telah ditentukan oleh Allah dalam firman-Nya:

إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا

Sesungguhnya shalat merupakan kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. [an-Nisâ`/4:103].

Kemudian Allah Ta’ala memberikan rukhshah untuk menjama’ (menggabungkan) shalat. Yaitu melakukan shalat Zhuhur dan ‘Ashar atau Maghrib dan ‘Isya` pada salah satu waktunya. Jika dilakukan pada waktu awal disebut jama’ taqdîm. Jika dilakukan pada waktu kedua disebut jama’ ta’khîr.

Menjama’ shalat boleh dilakukan pada keadaan sebagai berikut.

1. Ketika safar (bepergian ke luar kota).

عَنْ مُعَاذٍ قَالَ خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي غَزْوَةِ تَبُوكَ فَكَانَ يُصَلِّي الظُّهْرَ وَالْعَصْرَ جَمِيعًا وَالْمَغْرِبَ وَالْعِشَاءَ جَمِيعًا

Dari Mu’adz, ia berkata: “Kami keluar bersama Rasulullah n dalam perang Tabuk, maka beliau melakukan shalat Zhuhur dan Ashar dengan jama’, serta Maghrib dan ‘Isya` dengan jama’.[1]

2. Ketika hujan. Namun jama` saat hujan ini dilakukan bersama imam.

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ جَمَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ وَالْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ بِالْمَدِينَةِ فِي غَيْرِ خَوْفٍ وَلَا مَطَرٍ

Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan jama’ shalat Zhuhur dan ‘Ashar, serta Maghrib dan ‘Isya` dengan jama’ di kota Madinah bukan pada waktu takut dan hujan.[2]

Hadits ini mengisyaratkan bahwa menjama’ pada waktu hujan telah dikenal pada zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Jika tidak, maka tidak ada faidah peniadaan hujan sebagai sebab yang membolehkan jama’.[3]

3. Ketika ada keperluan yang menyusahkan jika tidak menjama’ shalat.
Dalilnya ialah hadits di atas, yang kelanjutannya salah seorang perawi hadits yang bernama Sa’id bin Jubair berkata:

قُلْتُ لِابْنِ عَبَّاسٍ لِمَ فَعَلَ ذَلِكَ قَالَ كَيْ لَا يُحْرِجَ أُمَّتَهُ

Aku bertanya kepada Ibnu ‘Abbas: “Mengapa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan itu?” Dia menjawab: “Agar beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyusahkan seorangpun dari umatnya”[4].

Imam Nawawi rahimahullah berkata: “Sebagian ulama berpendapat bolehnya menjama’ pada waktu hadhar (tidak safar) karena keperluan bagi orang yang tidak menjadikannya sebagai kebiasaan. Ini merupakan pendapat Ibnu Sirin, dan Asyhab dari pengikut Imam Mâlik. Al-Khaththabi meriwayatkan dari al-Qaffâl dan asy-Syâsyi al-Kabir dari pengikut Imam Syafi’i, dari Ishaq al-Marwazi dari sekelompok Ahli Hadits. Pendapat ini juga dipilih oleh Ibnul-Mundzir dan dikuatkan zhahir perkataan Ibnu ‘Abbas: ‘Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menghendaki agar tidak menyusahkan umatnya’. Ibnu ‘Abbas tidak menyebutkan sebab sakit atau lainnya. Wallahu a’lam’.”[5]

Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: “Para pekerja dan petani, jika mendapati kesusahan pada waktu tertentu, seperti pada saat mengerjakan shalat, air jauh darinya, jika mereka pergi ke sana dan bersuci, pekerjaan yang mereka butuhkan menjadi terbengkelai, maka mereka boleh melakukan shalat pada waktu musytarak (waktu yang dimiliki lebih dari satu shalat) dengan menjama’ dua shalat”.[6]

4. Sakit yang menyusahkan jika tidak menjama’ shalat.
Misalnya, seperti wanita yang sakit istihadhah, sebagaimana perintah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Hamnah binti Jahsyin dalam hadits di bawah ini:

وَإِنْ قَوِيتِ عَلَى أَنْ تُؤَخِّرِي الظُّهْرَ وَتُعَجِّلِي الْعَصْرَ فَتَغْتَسِلِينَ وَتَجْمَعِينَ بَيْنَ الصَّلَاتَيْنِ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ وَتُؤَخِّرِينَ الْمَغْرِبَ وَتُعَجِّلِينَ الْعِشَاءَ ثُمَّ تَغْتَسِلِينَ وَتَجْمَعِينَ بَيْنَ الصَّلَاتَيْنِ فَافْعَلِي وَتَغْتَسِلِينَ مَعَ الْفَجْرِ فَافْعَلِي

Jika engkau mampu mengundurkan Zhuhur dan memajukan ‘Ashar, lalu engkau mandi dan melakukan shalat jama’ dua shalat, Zhuhur dan ‘Ashar, dan engkau mengundurkan Maghrib dan memajukan ‘Isya`, lalu engkau mandi dan melakukan shalat jama’ dua shalat, maka lakukanlah! [7]

Dari penjelasan ini, anda dapat menilai diri sendiri, apakah anda termasuk dalam point ke-3 di atas, atau tidak? Jika ya, maka boleh menjama’ shalat. Dan jika tidak, maka tidak boleh menjama’ shalat. Wallahu a’lam.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 04/Tahun XII/1429H/2008. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
_______
Footnote
[1]. HR. Muslim (no. 706), Ibnu Majah (no. 1070), dan lainnya.
[2]. HR Muslim, no. 54/705.
[4]. Lihat Irwa`ul Ghalil, 3/40.
[5]. HR Muslim, no. 54/705.
[6]. Syarah an-Nawawi, 3/236, Dârul-Hadits, Kairo.
[7]. Majmu’ Fatâwâ, 21/458.
[8]. HR Abu Dawud (no. 287), at-Tirmidzi (no. 128), Ibnu Majah (no. 627). Dihasankan oleh Syaikh al-Albâni.


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/493-menjama-shalat-di-ladang-menjama-shalat-karena-operasi.html